METRO JABAR || Ketegangan di media sosial kembali mencuat setelah akun Facebook bernama doctor STB mengunggah pernyataan yang menuding para pelaksana eksekusi objek jaminan fidusia sebagai “premanisme DC matel”. Unggahan tersebut dinilai mendorong publik dan mencoreng profesi para debt collector yang bekerja di bawah payung hukum yang sah.
Menanganggapi hal itu, Paguyuban Pelaksana Eksekusi Objek Jaminan Fidusia (PPEOJF) melalui kuasa hukumnya Mozes Lubis, SH menyatakan akan menempuh jalur hukum menuju pemilik akun dokter STB dan sejumlah akun lain yang ikut memberikan komentar provokatif.
“Kami menilai apa yang ditulis oleh akun Facebook atas nama dokter STB adalah bentuk fitnah terbuka yang sangat mencederai profesi para eksekutif eksekusi objek jaminan fidusia. Pernyataan seperti ‘darurat premanisme DC matel’ bukan hanya tidak benar, tapi juga berpotensi menimbulkan kebencian dan stigma negatif di tengah masyarakat,” ujar Mozes Lubis, SH, kuasa hukum PPEOJF saat diwawancarai awak media, Senin (4/11/2025).
Mozes menegaskan bahwa pekerjaan debt collector tidak dapat disamakan dengan premanisme, sebab seluruh kegiatan penagihan dan eksekusi jaminan fidusia dilakukan berdasarkan regulasi resmi, termasuk peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta akta jaminan fidusia yang memiliki kekuatan eksekutorial.
“Pekerjaan debt collector bukan tindakan pembohong. Mereka bekerja di bawah hukum yang jelas, berizin, dan sesuai mekanisme fidusia. Menyebarkan narasi kebohongan di ruang publik sama saja dengan membentuk opini yang menyesatkan dan merusak nama baik institusi,” tegas Mozes.
Pihaknya kini tengah menyiapkan laporan resmi ke aparat penegak hukum atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya Pasal 27 ayat (1) dan (3) mengenai kontaminasi nama baik dan penyebaran informasi melalui media elektronik.
“Kami akan melaporkan akun tersebut ke pihak berwajib karena kuat dugaan telah melanggar UU ITE dengan ancaman pidana penjara hingga 4 tahun dan/atau denda mencapai Rp750 juta. Kami juga sedang menginventarisir akun-akun lain seperti Dirk Uhan, Egi Bogle, Rizky Nugraha, Cordelia Khanza Rafani serta beberapa akun lainnya yang turut berkomentar provokatif,” tambahnya.
Menurut Mozes, langkah hukum ini bukanlah bentuk intimidasi terhadap kritik publik, melainkan upaya menjaga kehormatan profesi dan menegakkan keadilan bagi para pekerja lapangan yang kerap disalahpahami.
“Kami menghormati kebebasan berekspresi, namun kebebasan itu ada batasnya. Ketika ucapan seseorang telah menyakiti, memfitnah, dan merugikan banyak pihak, maka hukum harus hadir,” diakhiri dengan nada tegas.
Dasar Hukum yang Diterapkan
– UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE
– Pasal 27 ayat (3): Larangan distribusi atau akses informasi elektronik yang berisi pelanggaran/pencemaran nama baik.
– Ancaman pidana: Pidana maksimal 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp750 juta.
Pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran dan fitnah.
– POJK Nomor 35/POJK.05/2018 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan, yang mengatur mekanisme resmi pengumpulan dan pelaksanaan fidusia. (Merah)
–